Selasa, 02 Agustus 2011

Kisah Imam Maliki (93 - 179H)

Beliaulah cikal bakal madhzab
Maliki. Imam Malik yang
bernama lengkap Abu
Abdullah Malik bin Anas bin
Malik bin Abi Amir bin Amr
bin Haris bin Gaiman bin
Kutail bin Amr bin Haris al
Asbahi, lahir di Madinah pada
tahun 93 H/712 M dan wafat
tahun 179 H/796 M. Berasal
dari keluarga Arab terhormat,
berstatus sosial tinggi, baik
sebelum maupun sesudah
datangnya Islam. Tanah asal
leluhurnya adalah Yaman,
namun setelah nenek
moyangnya menganut Islam,
mereka pindah ke Madinah.
Kakeknya, Abu Amir, adalah
anggota keluarga pertama
yang memeluk agama Islam
pada tahun 2 H. Saat itu,
Madinah adalah kota ‘ilmu’
yang sangat terkenal.
Kakek dan ayahnya termasuk
kelompok ulama hadits
terpandang di Madinah.
Karenanya, sejak kecil Imam
Malik tak berniat
meninggalkan Madinah untuk
mencari ilmu. Ia merasa
Madinah adalah kota dengan
sumber ilmu yang berlimpah
lewat kehadiran ulama-ulama
besarnya.
Kendati demikian, dalam
mencari ilmu Imam Malik rela
mengorbankan apa saja.
Menurut satu riwayat, sang
imam sampai harus menjual
tiang rumahnya hanya untuk
membayar biaya
pendidikannya. Menurutnya,
tak layak seorang yang
mencapai derajat intelektual
tertinggi sebelum berhasil
mengatasi kemiskinan.
Kemiskinan, katanya, adalah
ujian hakiki seorang manusia.
Karena keluarganya ulama
ahli hadits, maka Imam Malik
pun menekuni pelajaran hadits
kepada ayah dan paman-
pamannya. Kendati demikian,
ia pernah berguru pada
ulama-ulama terkenal seperti
Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu
Syihab az Zuhri, Abul Zinad,
Hasyim bin Urwa, Yahya bin
Said al Anshari, dan
Muhammad bin Munkadir.
Gurunya yang lain adalah
Abdurrahman bin Hurmuz,
tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa
dan ilmu berdebat; juga Imam
Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Malik
telah menguasai banyak ilmu.
Kecintaannya kepada ilmu
menjadikan hampir seluruh
hidupnya diabdikan dalam
dunia pendidikan. Tidak
kurang empat khalifah, mulai
dari Al Mansur, Al Mahdi,
Hadi Harun, dan Al Ma’mun,
pernah jadi murid Imam Malik.
Ulama besar, Imam Abu
Hanifah dan Imam Syafi’i pun
pernah menimba ilmu dari
Imam Malik. Belum lagi
ilmuwan dan para ahli lainnya.
Menurut sebuah riwayat
disebutkan murid terkenal
Imam Malik mencapai 1.300
orang.
Ciri pengajaran Imam Malik
adalah disiplin, ketentraman,
dan rasa hormat murid
kepada gurunya. Prinsip ini
dijunjung tinggi olehnya
sehingga tak segan-segan ia
menegur keras murid-
muridnya yang melanggar
prinsip tersebut. Pernah suatu
kali Khalifah Mansur
membahas sebuah hadits
dengan nada agak keras. Sang
imam marah dan berkata,
”Jangan melengking bila
sedang membahas hadits
Nabi.”
Ketegasan sikap Imam Malik
bukan sekali saja.
Berulangkali, manakala
dihadapkan pada keinginan
penguasa yang tak sejalan
dengan aqidah Islamiyah,
Imam Malik menentang tanpa
takut risiko yang dihadapinya.
Salah satunya dengan Ja’far,
gubernur Madinah. Suatu
ketika, gubernur yang masih
keponakan Khalifah
Abbasiyah, Al Mansur,
meminta seluruh penduduk
Madinah melakukan bai’at
(janji setia) kepada khalifah.
Namun, Imam Malik yang saat
itu baru berusia 25 tahun
merasa tak mungkin
penduduk Madinah melakukan
bai’at kepada khalifah yang
mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubernur
tentang tak berlakunya bai’at
tanpa keikhlasan seperti tidak
sahnya perceraian paksa.
Ja’far meminta Imam Malik
tak menyebarluaskan
pandangannya tersebut, tapi
ditolaknya. Gubernur Ja’far
merasa terhina sekali. Ia pun
memerintahkan pengawalnya
menghukum dera Imam Malik
sebanyak 70 kali. Dalam
kondisi berlumuran darah,
sang imam diarak keliling
Madinah dengan untanya.
Dengan hal itu, Ja’far seakan
mengingatkan orang banyak,
ulama yang mereka hormati
tak dapat menghalangi
kehendak sang penguasa.
Namun, ternyata Khalifah
Mansur tidak berkenan
dengan kelakuan
keponakannya itu. Mendengar
kabar penyiksaan itu, khalifah
segera mengirim utusan untuk
menghukum keponakannya
dan memerintahkan untuk
meminta maaf kepada sang
imam. Untuk menebus
kesalahan itu, khalifah
meminta Imam Malik
bermukim di ibukota Baghdad
dan menjadi salah seorang
penasihatnya. Khalifah
mengirimkan uang 3.000 dinar
untuk keperluan perjalanan
sang imam. Namun, undangan
itu pun ditolaknya. Imam
Malik lebih suka tidak
meninggalkan kota Madinah.
Hingga akhir hayatnya, ia tak
pernah pergi keluar Madinah
kecuali untuk berhaji.
Dalam sebuah kunjungan ke
kota Madinah, Khalifah Bani
Abbasiyyah, Harun Al Rasyid
(penguasa saat itu), tertarik
mengikuti ceramah al
Muwatta’ yang diadakan Imam
Malik. Untuk hal ini, khalifah
mengutus orang memanggil
Imam.
”Rasyid, leluhur Anda selalu
melindungi pelajaran hadits.
Mereka amat
menghormatinya. Bila sebagai
khalifah Anda tidak
menghormatinya, tak seorang
pun akan menaruh hormat
lagi. Manusia yang mencari
ilmu, sementara ilmu tidak
akan mencari manusia,”
nasihat Imam Malik kepada
Khalifah Harun.
Sedianya, khalifah ingin
jamaah meninggalkan
ruangan tempat ceramah itu
diadakan. Namun, permintaan
itu tak dikabulkan Malik.
”Saya tidak dapat
mengorbankan kepentingan
umum hanya untuk
kepentingan seorang pribadi.”
Sang khalifah pun akhirnya
mengikuti ceramah bersama
dua putranya dan duduk
berdampingan dengan rakyat
kecil.
Pengendalian diri dan
kesabaran Imam Malik
membuat ia ternama di
seantero dunia Islam. Pernah
semua orang panik lari ketika
segerombolan Kharijis
bersenjatakan pedang
memasuki masjid Kuffah.
Tetapi, Imam Malik yang
sedang shalat tanpa cemas
tidak beranjak dari
tempatnya. Mencium tangan
khalifah apabila menghadap di
baliurang sudah menjadi adat
kebiasaan, namun Imam Malik
tidak pernah tunduk pada
penghinaan seperti itu.
Sebaliknya, ia sangat hormat
pada para cendekiawan,
sehingga pernah ia
menawarkan tempat
duduknya sendiri kepada
Imam Abu Hanifah yang
mengunjunginya.
Beliau wafat pada tahun 179
hijrah ketika berumur 86
tahun dan meninggalkan 3
orang putera dan seorang
puteri.
***
Kitab Al Muwatta’
Al Muwatta’ adalah kitab fikih
berdasarkan himpunan hadits-
hadits pilihan. Santri mana
yang tak kenal kitab yang satu
ini. Ia menjadi rujukan
penting, khususnya di
kalangan pesantren dan
ulama kontemporer. Karya
terbesar Imam Malik ini dinilai
memiliki banyak keistimwaan.
Ia disusun berdasarkan
klasifikasi fikih dengan
memperinci kaidah fikih yang
diambil dari hadits dan fatwa
sahabat.
Menurut beberapa riwayat,
sesungguhnya Al Muwatta’ tak
akan lahir bila Imam Malik
tidak ‘dipaksa’ Khalifah
Mansur. Setelah penolakan
untuk ke Baghdad, Khalifah Al
Mansur meminta Imam Malik
mengumpulkan hadits dan
membukukannya. Awalnya,
Imam Malik enggan
melakukan itu. Namun,
karena dipandang tak ada
salahnya melakukan hal
tersebut, akhirnya lahirlah Al
Muwatta’. Ditulis di masa Al
Mansur (754-775 M) dan baru
selesai di masa Al Mahdi
(775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al
Muwatta’ sebagai karya
pilihan yang tak ada duanya.
Menurut Syah Walilullah,
kitab ini merupakan himpunan
hadits paling shahih dan
terpilih. Imam Malik memang
menekankan betul terujinya
para perawi. Semula, kitab ini
memuat 10 ribu hadits.
Namun, lewat penelitian
ulang, Imam Malik hanya
memasukkan 1.720 hadits.
Kitab ini telah diterjemahkan
ke dalam beberapa bahasa
dengan 16 edisi yang
berlainan. Selain Al Muwatta’,
Imam Malik juga menyusun
kitab Al Mudawwanah al
Kubra, yang berisi fatwa-
fatwa dan jawaban Imam
Malik atas berbagai
persoalan.
Imam Malik tak hanya
meninggalkan warisan buku.
Ia juga mewariskan mazhab
fikih di kalangan Islam Sunni,
yang disebut sebagai Mazhab
Maliki. Selain fatwa-fatwa
Imam Malik dan Al Muwatta’,
kitab-kitab seperti Al
Mudawwanah al Kubra,
Bidayatul Mujtahid wa
Nihaayatul Muqtashid (karya
Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah
fi al Fiqh al Maliki (karya Abu
Muhammad Abdullah bin
Zaid), Asl al Madarik Syarh
Irsyad al Masalik fi Fiqh al
Imam Malik (karya
Shihabuddin al Baghdadi), dan
Bulgah as Salik li Aqrab al
Masalik (karya Syeikh Ahmad
as Sawi), menjadi rujukan
utama mazhab Maliki.
Di samping sangat konsisten
memegang teguh hadits,
mazhab ini juga dikenal amat
mengedepankan aspek
kemaslahatan dalam
menetapkan hukum. Secara
berurutan, sumber hukum
yang dikembangkan dalam
Mazhab Maliki adalah Al-
Qur’an, Sunnah Rasulullah
SAW, amalan sahabat, tradisi
masyarakat Madinah (amal
ahli al Madinah), qiyas
(analogi), dan al maslahah al
mursalah (kemaslahatan yang
tidak didukung atau dilarang
oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi
mazhab resmi di Mekah,
Madinah, Irak, Mesir, Aljazair,
Tunisia, Andalusia (kini
Spanyol), Marokko, dan
Sudan. Kecuali di tiga negara
yang disebut terakhir, jumlah
pengikut mazhab Maliki kini
menyusut. Mayoritas
penduduk Mekah dan Madinah
saat ini mengikuti Mazhab
Hanbali. Di Iran dan Mesir,
jumlah pengikut Mazhab
Maliki juga tidak banyak.
Hanya Marokko saat ini satu-
satunya negara yang secara
resmi menganut Mazhab
Maliki.
Sumber: http://
www.kotasantri.com/
galeria.php?
aksi=DetailArtikel&artid=170

Tidak ada komentar: